Saturday, July 19, 2008

Partai Pisang, Rambutan, dan Kelapa







** Mailing List|Milis Nasional Indonesia PPI-India **

http://padangekspres.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=7467&PHPSESSID=4abcad4b780160a469f7be71422fb753


Partai Pisang, Rambutan, dan Kelapa
Oleh Muhammad Qodari
Oleh Redaksi
Sabtu, 26-Maret-2005, 12:15:3257 klik


Ada berapa jenis partai politik di Indonesia? Kalau pertanyaan itu diajukan
pada seorang peneliti dan pengamat politik yang hobi makan buah-buahan,
jawabannya mungkin hanya tiga: partai pisang, rambutan, dan kelapa.

Kesannya main-main, tapi boleh jadi pohon buah-buahan itu dapat menjadi analogi
tepat untuk mengggambarkan kondisi partai politik kita. Pohon pisang, misalnya.
Pohon tersebut memiliki kekhasan, yakni hanya berbuah sekali seumur hidupnya.
Pohon pisang cuma berbuah sekali, setelah itu mati. Siklus pohon pisang pun
pendek. Tidak ada pohon pisang yang hidup tahunan.

Pohon rambutan tidak seperti pohon pisang, mampu berbuah berkali-kali. Umurnya
juga panjang, bisa mencapai belasan bahkan puluhan tahun. Tapi, pohon rambutan
cuma mampu berbuah setahun sekali. Kita tidak bisa menikmati rambutan segar
setiap hari karena rambutan adalah buah musiman. Ia hanya berbuah pada waktu
tertentu.

Bagaimana pohon kelapa? Tak seperti rambutan, mangga, atau buah musiman lain,
kelapa berbuah tak mengenal musim. Ia terus menghasilkan buah sepanjang tahun.
Tidak seperti pisang atau rambutan yang menunggu tua baru enak dimakan, kelapa
muda sama bergunanya dengan kelapa tua.

Uniknya, hampir semua bagian pohon kelapa berguna untuk manusia. Air dan daging
kelapa muda untuk obat dahaga. Air kelapa tua diolah menjadi nata de coco.
Dagingnya diparut dan diperas menjadi santan. Sabutnya dapat menjadi bahan
bakar pengganti minyak tanah yang semakin mahal. Pelepahnya dibuat lidi atau
anyaman. Batang pohonnya banyak dijadikan bahan bangunan yang kokoh.

Partai pisang, seperti halnya pohon pisang, cuma sekali berarti dan sudah itu
mati. Di antara partai-partai yang ada sekarang ini, Partai Demokrat potensial
menjadi partai jenis tersebut. Pada pemilu 2004 lalu, partai itu membuat
kejutan dengan langsung menduduki peringkat kelima dalam klasemen pemilu
legislatif nasional.

Partai Demokrat adalah pohon pisang yang berbuah subur. Bukan hanya meraih 56
kursi di DPR, partai berlogo bintang tiga itu bahkan berhasil mengantarkan
kadernya, Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi presiden keenam Indonesia. Tapi,
ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan bahwa partai tersebut bakal jadi partai
gurem pada Pemilu 2009.

Mengapa? Penyebab utamanya adalah konflik yang dalam dan berlarut antara kubu
Ketua Umum S. Budhisantoso dan Wakil Ketua Umum Vence Rumangkang. Keduanya sama
kuat. Tak ada yang mau mengalah. Karena konflik itu, roda organisasi macet
total. Tidak ada program kerja dan kaderisasi yang jalan. Yang ada cuma
gontok-gontokan. Saling pecat dan berebut jabatan. Jangan-jangan partai
tersebut bubar sebelum Pemilu 2009.

Seperti pohon rambutan, partai rambutan adalah partai musiman. Eksistensi
partai hanya terasa pada musim-musim tertentu. Apalagi, kalau bukan pada musim
pemilu. Seperti rambutan yang merah menggoda warnanya, partai rambutan tampil
menor habis-habisan di masa kampanye. Di musim pemilu, partai rambutan tampil
sebagai pembela rakyat, penyaji janji-janji pembangunan yang muluk. Intinya
menjadi sangat perhatian kepada rakyat.

Partai rambutan adalah tipologi umum partai politik Indonesia. Banyak partai
besar yang berperilaku menyerupai partai rambutan. Partai-partai, seperti
Golkar, PDIP, PKB, PPP, dan PAN, mungkin bisa dimasukkan kategori itu.

PDIP, misalnya, pada Pemilu 1999 memproklamasikan diri sebagai partai wong
cilik yang membela rakyat Indonesia. Berkat wong cilik, PDIP menjadi partai
terbesar Pemilu 1999. PDIP kemudian berhasil mengantarkan ketua umumnya menjadi
wakil presiden dan kemudian presiden Indonesia.

Namun, apa yang terjadi setelah itu? PDIP gagal memenuhi janji-janjinya yang
terdahulu. Nasib tenaga kerja Indonesia di luar negeri, misalnya, banyak
terbengkalai. Banyak TKI di Malaysia yang melarikan diri karena dikejar-kejar
aparat keamanan Malaysia hingga telantar di berbagai pelabuhan. Tapi, Presiden
Megawati tidak mengunjungi TKI pengungsi. Padahal, Menteri Tenaga Kerja Jacob
Nuwawea berasal dari PDIP.

PDIP baru berusaha keras menyapa rakyat lagi ketika Pemilu 2004 datang. Namun,
rakyat telanjur kecewa sehingga PDIP terjungkal tiga kali dalam setahun, pemilu
legislatif, pemilu presiden I, dan pemilu presiden II.

Adapun partai kelapa, sifat-sifatnya seperti pohon kelapa. Berbuah setiap saat
dan setiap bagiannya berguna bagi masyarakat. Pohon kelapa banyak tumbuh di
negeri ini, tapi entah mengapa tanah Indonesia tidak subur untuk partai kelapa.
Saat ini, mungkin hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang layak disebut
partai kelapa. Sejak bernama PK, PKS mampu tampil sebagai partai yang
kehadirannya tidak hanya menonjol pada masa pemilu. Jika terjadi musibah atau
bencana alam, kader-kader PKS turun tangan membantu.

Kader-kader PKS juga menjadi contoh antikorupsi dan hidup sederhana. Hal itu
bukan hanya ditunjukkan kader di tingkat nasional, tapi juga di daerah.
Kekurangan PKS adalah kesan eksklusifisme keagamaan yang dirasakan masih
kental. Kesan itulah yang harus diminimalisasi PKS agar menjadi partai yang
benar-benar bermanfaat untuk semua.

April dan Mei 2005, sejumlah partai politik besar -yang dikutip dalam tulisan
ini- akan menyelenggarakan kongres atau musyawarah nasional mereka. Dalam forum
tertinggi partai itulah, ketua umum akan dipilih, kepengurusan dan program
kerja akan disusun.

Dalam munas, hendaknya kader-kader partai mengingat, hendak jadi partai apakah
mereka? Seperti pohon pisang yang sekali berarti, sudah itu mati. Pohon
rambutan yang bergantung pada musim. Atau, pohon kelapa yang senantiasa hadir
dan dirasakan manfaatnya.

* Muhammad Qodari, wakil direktur eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI),
Jakarta


No comments: