Wednesday, July 2, 2008

Hukum yang aneh

Buktikan Dulu Dugaan Korupsinya
BPKP Akui Lakukan Audit Pengadaan Buku
Selasa, 17-Juni-2008, 09:20:31



BENGKULU – Beragam tanggapan dilontarkan masyarakat terkait kasus yang mendera Ketua DPRD Kota, H. Ahmad Zarkasi, SP. Meski ia telah divonis 1 bulan penjara oleh Mahkamah Agung, sangat wajar jika ia menolak dieksekusi. Sebab, persoalan pokok dari pencemaran nama baik itu, belum dibuktikan secara hukum.


Menurut Pengamat Hukum Pidana Universitas Prof. Hazairin (Unihaz), Dwikarti, SH, M.Hum, dibalik kasus pencemaran nama baik antara mantan Walikota H.A. Chalik Effendi, SE versus Ketua DPRD Kota, H. Ahmad Zarkasi itu, ada perkara lain. Yaitu kasus dugaan korupsi.

“Apa yang dilontarkan (diucapkan, Red) Zarkasi itu, berkaitan dengan dugaan korupsi. Jika dianggap pencemaran nama baik, seharusnya dibuktikan dulu kasus korupsinya,” papar dosen hukum pidana Unihaz ini.

Sebab, lanjut Dwikarti, apabila dugaan itu memang benar terbukti ada tindak pidana korupsi, maka secara otomatis vonis pencemaran nama baik itu batal demi hukum. Dianggap mencemarkan nama baik apabila kasus dugaan korupsi yang ditudingkan benar-benar tidak terbukti. “Logikanya begitu. Buktikan dulu tudingan korupsinya, baru kasus pencemaran nama baik,” ujarnya.

Senada dengan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Bengkulu, Faizal Maryono, mengaku aneh dengan logika hukum penegak hukum. Dimana, persoalan pokoknya yaitu tudingan adanya indikasi korupsi tidak disentuh. Malah kasus pencemaran nama baiknya yang didahulukan. “Hal ini yang perlu dipertanyakan, kok pihak yang memberikan informasi tentang dugaan korupsi malah bakal dipenjara,” paparnya.

Seharusnya, imbuhnya, siapapun orangnya yang telah berani mengungkapkan informasi tentang adanya indikasi korupsi, perlu diberi apresiasi dan dukungan. Agar cita-cita untuk memberantas korupsi, bisa tercapai.

“Kita menyayangkan, pokok persoalan dari pencemaran nama baik itu belum tersentuh. Padahal itu kasus lama. Dimana penegak hukum punya banyak waktu menuntaskannya,” sesal Faizal Maryono.

Diaudit KPK

Soal audit pengadaan buku Pemkot tahun 2004 dengan total Rp 1.647.082.918 ternyata sudah diproses oleh KPK. KPK sesungguhnya menangani kasus ini secara nasional, namun untuk melengkapi data mereka juga diambil data dari daerah.

Kemarin koran ini mencoba mengkonfirmasikan hasil temuan tersebut, yang disebutkan Ketua DPD PKS Kota, Sujono sebagai hasil audit BPKP. Audit BPKP ini dilakukan tahun 2005 lalu.

Kepala Kantor Perwakilan BPKP Bengkulu, Bambang Sarjana mengakui kalau ada audit tentang pengadaan buku tahun 2002/2003. Dia juga membenarkan kalau permintaan audit tersebut datangnya dari KPK RI. Namun secara rinci ia mengaku tak tahu hasilnya. Sebab audit kasus tersebut dilakukan pada masa Kaper BPKP sebelumnya.

“Oh…. Pengadaan buku yang di kota ya… ada. Itu permintaan KPK, tapi saya nggak ingat hasil auditnya. Seingat saya sudah masuk di RB itu. Hasil auditnya sudah dikirim ke KPK sejak lama,” ujar Bambang.
Sekadar diingat dari pernyataan Sujono beberapa hari yang lalu, dalam proyek pengadaan buku tahun 2004 lalu ditemukan indikasi tindak pidana korupsi.

Indikasinya kontrak kerja tidak sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan hasil audit BPKP proyek pengadaan buku paket SD dan SMP dilakukan dengan mekanisme PL pada CV. TP diduga mengandung rekayasa yang bertentangan dengan Kepres 80/2003.

Pelaksanaan kontrak pengadaan buku tidak sesuai dengan perjanjian (indikasi penyimpangan sebesar Rp 261.939.000. Sementara kekurangan fisik buku SD dan SMP mencapai Rp 187.408.093. juga terdapat rabat 45 persen dan PT. BP yang tidak diperhitungkan dalam harga kontrak hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1.197.735.825. Jadi total kerugian negara terkait kasus ini berdasarkan hasil audit BPKP menjadi Rp 1.647.082.918.(yoh/joe)


No comments: