Friday, October 31, 2008

LAGI BERITA DIPELINTIR MEDIA (bagian 1)

ini berita yang asli..
=================
http://sumeks.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1716&Itemid=10

KPUD Sumsel Terima 17 Laporan Berkas DCS PDF Cetak E-mail
Wednesday, 29 October 2008

3 Mengundurkan Diri, I Meninggal Dunia

PALEMBANG- Untuk meminta penjelasan terhadap laporan yang telah diberikan oleh masyarakat, kemarin (28/10) Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumsel mengumpulkan sebanyak 38 partai politik untuk memberikan tanggapannya terhadap laporan yang masuk ke KPUD Sumsel sebanyak 17 berkas.
Alfiyan Toni, ketua divisi pencalegan KPUD Sumsel saat ditemui oleh Koran ini mengatakan, “Insyaallah besok (hari ini,red) kita akan melakukan rapat pleno untuk menetapkan Daftar Calon sementara (DCS) mnjadi DCT. Dan hingga saat ini, kita telah menerima sebanyak 17 laporan dari masyarakat terkait pencalonan,” ujarnya sesaat setelah memimpin rapat di KPUD Sumsel.
Oleh karena itu, kita berharap setelah ada pertemuan dengan 38 partai, ada penjelasan yang terperinci mengenai laporan yang masuk tersebut. “oleh karena itu, kita sebagai penyelenggara tidak serta merta mencoret caleg yang bersangkutan sebelum ada penjelasan dari partai yang mengusungnya,” lanjutnya.
Dari 17 laporan yang masuk ke KPUD Sumsel, diantaranya mengenai tindakan moral, caleg yang terindikasi menggunakan ijazah palsu, berkas administrasi yang tidak lengkap. Serta ada satu berkas caleg yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Untuk caleg yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kita tidak bisa mencoretnya. “berdasarkan azas praduga tidak bersalah, kita tidak bias mencoret nama caleg tersebut selama belum ada keputusan dari pengadilan yang mempunyai kekuatan hokum tetap (inkracht,red),” terangnya.
Sedangkan bagi caleg yang masih tetap berstatus sebagai pegawai negeri maupun BUMN, hendaknya sudah harus mengundurkan diri pada saat mendaftar sebagai calon legislatif. “sebagai fasilitator penyelenggara Pemilu legislative, kita akan tetap menguji laporan yang masuk,” jelasnya.
Sehingga dengan adanya penjelasan dari partai politik mengenai calegnya, kita berharap agar pada saat pengumuman DCT hasil tersebut dapat diterima oleh semua pihak. “semoga pada saat pengumuman nanti, semua caleg yang maju maupun tidak dapat menerima hasil tersebut,” tegasnya.
Dan untuk menghindari terjadinya kesalahan pada saat pengumuman hasil DCT, kita memerintahkan kepada staff untuk lebih teliti dalam melakukan penulisan nama sesuai dengan yang diajukan oleh partai. “karena itu, bila kesalahan terjadi dilakukan oleh KPUD Sumsel masih tetap bisa dilakukan perbaikan. Tapi bila kesalahan tersebut dilakukan oleh parpol, mka kesempatan untuk perbaikan tidak ada,” ulasnya.
Selain dari laporan yang masuk mengenai DCS, kita juga telah menerima surat pengunduran diri dari caleg, dan jumlahnya mencapai 3 orang. “ kita juga telah menerima laporan bahwasanya seorang caleg dari Partai Golkar telah meninggal dunia dari dapil Muara Enim,” urainya.
Sehingga dengan penjelasan tersebut, kita berharap agar pengumuman DCT dapat berjalan tepat waktu. “direncanakan 31 Oktober pengumuman DCT akan dilakukan melalui media. Dan dengan adanya caleg yang mengundurkan diri serta meninggal, maka secara otomatis jumlah DCt yang akan diumumkan menjadi berkurang,” tutupnya.
Erza Saladin, Sekretaris DPW PKS Sumsel mengatakan, “ untuk PKS sendiri, pada saat mendaftarkan diri menjadi caleg, yang bersangkutan harus telah mengundurkan diri menjadi PNS maupun BUMN. Karena bila itu masih ditemukan, maka itu menjadi tanggung jawab dari caleg yang bersangkutan,” tegasnya.
Dari 81 berkas yang kita masukkan ke KPUD Sumsel, ada satu yang bermasalah dan belum keluar dari BUMN. Tapi pada saat kita menjelaskan kepada KPUD Sumsel, bahwa bagi yang belum mengundurkan diri akan menjadi tanggung jawabnya sendiri. Akhirnya permasalahan tersebut sudah tidak ada lagi.
Sedangkan menurut Novran Marjani selaku sekretaris Partai Gerindra saat ditanyakan mengenai salah satu calegnya masih menjabat sebagai karyawan PT KAI mengungkapkan, “ itu merupkan hanya laporan dari masyarakat saja. Karena caleg atas nama Ahmad Syukri telah mengundurkan diri tertanggal 1 Januari yang lalu,” ungkapnya.
“Dan surat penguduran dirinya dari PT KAI telah kita terima bulan Oktober ini. Sehingga caleg tersebut telah pensiun dini pada saat maju dan menjadi caleg dari Partai Gerindra. Sehingga bila ada laporan masyarakat, mungkin itu karena masyarakat belum mengetahuinya saja,” tegasnya. (Mg 23)




Grafis:

17 laporan yang masuk ke KPUD Sumsel dan mengundurkan diri serta meninggal

Nomor Jenis Laporan Keterangan
1 Tindakan Moral KPUD Sumsel
2 Terindikasi ijazah palsu KPUD Sumsel
3 Berkas administrasi tidak lengkap KPUD Sumsel
4 Tersangka tindak pidana 1 caleg
5 Mengundurkan diri 3 caleg
6 Meninggal dunia 1 caleg
Sumber : KPUD Sumsel Divisi Pencalegan

6 PARTAI TIDAK MEMENUHI KUOTA 30 PERSEN

Berita sejenis dari Riau pos tanggal 1 November

Yang melanggar UU adalah yang kurang dari 30% bukan masalah nomor urut 1.

Di antara 38 parpol, enam partai tidak memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di DPR. Yakni, Partai Peduli Rakyat Nasional (26,39 persen), Partai Gerakan Indonesia Raya (28,94 persen), Partai Amanat Nasional (29,44 persen), Partai Republika Nusantara (28,95 persen), Partai Persatuan Pembangunan (28,78 persen), dan Partai Patriot (17,39 persen).



============

PDIP-PKS Paling Sedikit
Sabtu, 01 November 2008
Caleg Wanita Nomor Urut 1
Laporan JPNN, Jakarta
Daftar Caleg tetap (DCT) untuk anggota DPR mulai diumumkan KPU secara terbuka di media massa hari ini. Di antara 38 partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2009, PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang paling sedikit menempatkan Caleg perempuan mereka di nomor puncak.

Masing-masing (PDIP dan PKS) hanya memasang dua Caleg perempuan di nomor satu. Dari total 77 daerah pemilihan (Dapil) di seluruh Indonesia, Partai Nahdlatul Ummah Indonesia (PNUI) yang paling banyak menempatkan Caleg perempuan di urutan puncak, yaitu 28 orang.

”Tidak ada sanksi (buat mereka), KPU hanya berkewajiban mengumumkan agar diketahui masyarakat,” ujar anggota KPU/Ketua Pokja Pencalegan Endang Sulastri di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Jumat (31/10).

Setelah PDIP dan PKS, Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) berada di urutan selanjutnya Parpol yang paling sedikit memasang Caleg perempuan di nomor satu. Masing-masing hanya menempatkan lima Caleg perempuan.

Meski demikian, Endang menyatakan, secara umum persentase Caleg perempuan yang masuk dalam nomor urut 1 sampai 3 masih cukup besar. Dari total 3.894 Caleg perempuan yang masuk di DCT, sekitar 58 persen atau 2.270 Caleg berada di tiga nomor teratas tersebut.

Menurut Endang, representasi perempuan di nomor teratas itu lebih bisa dilihat publik daripada data Parpol yang tidak memenuhi kuota 30 persen perempuan. ”Sebab, ada (Parpol) yang tidak memenuhi 30 persen, tapi posisi perempuan di nomor satunya banyak,” ujarnya.

Di antara 38 parpol, enam partai tidak memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di DPR. Yakni, Partai Peduli Rakyat Nasional (26,39 persen), Partai Gerakan Indonesia Raya (28,94 persen), Partai Amanat Nasional (29,44 persen), Partai Republika Nusantara (28,95 persen), Partai Persatuan Pembangunan (28,78 persen), dan Partai Patriot (17,39 persen).

Mulai hari ini, DCT Caleg DPR memang sudah dapat diakses di media cetak nasional Republika dan juga media elektronik nasional TVRI. Namun, sejumlah kesalahan masih ditemui. Antara lain, pencantuman lambang partai hingga kesalahan pencantuman nama Caleg.(dyn/jrr)

PKS KEMBALIKAN DANA GRATIFIKASI KE KPK SEMENJAK TAHUN 2006

Sudah saatnya PKS mempunyai media sendiri untuk mengimbangi berita-berita miring yang secara sinis dan sengaja dibuat untuk demarketing selain untuk menarik minat pembaca biasanya ada kepentingan dari wartawan yang condong ke partai tertentu.

di bawah ini cuma beberapa contoh..

=============================
http://www.riaupos.com/v2/content/view/10724/26/


PKS Akui Terima Uang Suap
Selasa, 21 Oktober 2008
Laporan ERISMAN YAHYA, Jakarta erisman-yahya@riaupos.co.idAlamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI Mahfudz Siddiq mengakui bahwa empat orang anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) yang duduk di Komisi IV DPR ikut menerima uang suap kasus alih fungsi hutan lindung Tanjung Api-api, Sumsel.

Namun, uang suap yang mereka sebut gratifikasi itu telah diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ‘’Sejak 2005 sampai pertengahan 2008, FPKS telah menyetorkan dana gratifikasi ke KPK Rp1,9 miliar. Terkait langsung dengan kasus Tanjung Api-api Rp372.200.000,’’ kata Mahfudz Siddiq kepada wartawan di Gedung DPR/MPR RI RI, Jakarta, Senin (20/10).

Dijelaskan Mahfudz, keempat anggota FPKS yang ikut menerima uang suap kasus Tanjung Api-api itu adalah Ummung Anwar Sanusi, Syamsu Hilal, Suswono dan Tamsil Lindrung. Ummung Anwar Sanusi menerima Rp10 juta berupa cek perjalanan, Syamsu Hilal menerima uang tunai Rp5 juta dan Rp25 juta dalam bentuk cek perjalanan, Tamsil Lindrung uang tunas Rp12,2 juta dan Suswono uang tunas Rp20 juta dan cek perjalan Rp150 juta.

Keempat anggota FPKS itu menerima uang suap pada tanggal yang sama, yaitu 4 September 2006. ‘’Semua yang mereka terima ini sudah disetorkan ke KPK tanggal 24 September 2006,’’ kata Mahfudz lagi.

Kemudian, lanjut Mahfudz, pada 2 Juli 2007, Suswono kembali menerima cek perjalanan senilai Rp120 juta dan disetorkan ke KPK 3 hari kemudian, yaitu tanggal 5 Juli 2007. ‘’Pak Suswono menerima jumlah yang lebih besar dari yang lain mungkin karena beliau duduk sebagai pimpinan Komisi IV,’’ sebut Mahfudz.

Menurut Mahfudz, sesuai dengan aturan yang berlaku, uang gratifikasi yang diterima oleh pejabat harus diserahkan ke KPK dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterima.

‘’Jadi dana yang diterima anggota FPKS itu diserahkan ke KPK sebelum jangka waktunya berakhir. Ini ada bukti berita acara penyerahkan gratifikasi itu ke KPK. Kalau mereka ini dipanggil KPK hanya sebagai saksi,’’ terang Mahfudz.

Mengapa uang suap kasus alih fungsi hutan Tanjung Api-api itu diterima anggota FPKS, Mahfudz menjelaskan bahwa jika pemberian uang itu diperkirakan bisa kembali ke sumber pemberi maka uang itu ditolak.

‘’Tapi kalau uang itu ditolak tapi ada kemungkinan besar tidak sampai kembali ke sumbernya, maka uang itu diterima dan kita setorkan ke KPK. Sebab, kita tidak ingin nama anggota kita tetap dicantumkan sebagai penerima tapi mereka sudah menolaknya,’’ pungkasnya.(jrr)

Saturday, October 18, 2008

HAPUSKAN DPRD hemat uang Milyaran atau trilyun


Usulan di judul postingan tadi adalah "ide cemerlang" dari seorang temen yang "jauh" dari hiruk pikuk dunia politik. Ide tadi muncul karena dia apatis dengan kelakuan para anggota dewan yang ada dan "geli" dengan kenyataan di daerahnya bahwa orang-orang yang sekarang jadi caleg kebanyakan adalah kalangan "PENG ACARA" penganggurang gak ada acara :))

bongkar-bongkar folder pemilu2004, dapat tulisan berikut:


========================
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2003
TENTANG
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

....

Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban
Pasal 79
DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak:
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.

Pasal 80
Anggota DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler; dan
h. keuangan dan administratif.

Pasal 81
Anggota DPRD Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban:
a. mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia dan daerah;
e. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
f. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
h. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
i. menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten/Kota; dan
j. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait


Kembali ke pertanyaan temen tadi, apa untungnya ada anggota DPRD?

bisa jawab?


gambar: www.jalansutra.com

Tuesday, October 14, 2008

...."Tapi, bisa juga para penentang RUU adalah kaum... === sisi lain mantan penentang RUU Pornografi ===

forward dari milist sd-islam

Surabaya Post, sabtu 11 Oktober 2008.


Politik Pornografi di Indonesia

Sirikit Syah

Seru juga perdebatan pro-kontra pornografi di tanah air. RUU ini sudah dibahas di DPR sejak awal reformasi. Sudah 10 tahun. Betapa besar biayanya. Memangnya tak ada hal lain yang lebih patut dibiayai? Bukankah persoalan susila sudah dibahas di banyak UU atau aturan lain? Sebut saja KUHP, UU Penyiaran, UU Pers, UU Pelindungan Anak. Lalu, mengapa perlu UU Pronografi?

Pada tahun 2006, saya termasuk menentang RUU yang semula bernama APP (Anti Pornografi dan Pornoaksi). Dari segi content, misalnya, sepasang suami istri yang berciuman di bandara untuk mengucapkan selamat tinggal, bisa dikenai pasal "melakukan pornoaksi di depan umum". Keberatan saya juga karena adanya pemborosan anggaran negara untuk hal yang para legislatornya saja kurang mengerti. Tidak seperti para aktivis perempuan dan kaum liberal, saya tidak sedang membela kaum perempuan (saya juga membela anak-anak, laki-laki, orangtua, dan gender ketiga).

Manusia berubah, tak terkecuali saya. Saya sekarang menyatakan mendukung RUU Pornografi. Saya telah mempelajari dokumen-nya dan melihat kesungguh-sungguhan Pansus di DPR untuk menampung semua keberatan dalam perdebatan dua tahun ini. Draft yang tadinya terdiri dari 96 pasal, sekarang tinggal 48 pasal. Hal-hal aneh-aneh seperti "dugaan pornoaksi" banyak dihapus. Perlindungan terhadap kesenian, ritual adat, dan masyarakat tradisional, tersedia dengan manis di Pasal 14. Bila UU dan aturan lain kurang rinci dalam sanksi pelanggaran, RUU Pornografi ini berfungsi sebagai lex specialis yang dapat diterapkan. Tak ada lagi alasan menolak UU Pornografi ini.


Semua UU/aturan yang diajukan para penentang menggunakan istilah "kesusilaan", bukan "pornografi". Dalam praktiknya, pasal ini akan menjadi pasal karet, tarik ulur atas makna "melanggar kesusilaan". Beberapa kali kasus pornografi gagal dihukum dengan Pasal 282 KUHP karena kelonggaran makna "kesusilaan" ini. Tergantung hakim dan saksi ahli. Awal tahun 2007 majalah Playboy menang pengadilan karena para saksi ahli (wartawan, seniman) menyatakan isi majalah sama sekali tidak porno.

RUU Pornografi juga dituduh sebagai ancaman terhadap masyarakat tradisional. Para penentang membawa-bawa nama orang Bali (memangnya orang Bali masih suka bertelanjang dada?), dan rakyat pedalaman Papua yang masih menggunakan koteka. Tentu saja pemakai koteka tak akan ditangkap dan dihukum karena pornografi. Lagipula, mari kita bertanya pada diri sendiri: kita akan melanggengkan primitivisme (manusia tak berbusana), atau memajukan peradaban (mem-busana-kan masyarakat pedalaman)?

Masyarakat Papua tentu saja dijamin hak asasinya bila tetap ingin mengenakan koteka. Namun perkembangan alamiah manusia adalah menuju kemajuan. Rasa malu diturunkan secara manusiawi oleh Nabi Adam dan Siti Hawa (yang menutupi aurat dengan daun-daunan di Taman Surga). Secara natural, manusia memiliki rasa malu. Wajar bila pemakai koteka akan memilih mengenakan sarung, rok, atau pantalon untuk menutupi auratnya, terutama setelah mereka berinteraksi dengan masyarakat luas.

Para penentang juga menuntut "kebebasan memiliki dan memutar video porno" di kalangan manusia dewasa, karena manusia dewasa diharapkan/dipercaya dapat bertanggungjawab. Seandainya klaim itu benar, bahwa semua manusia dewasa bertanggungjawab, betapa amannya dunia ini. Dalam perspektif lain, meskipun ditonton secara pribadi, pernahkah mereka berpikir: siapa yang memainkan adegan porno itu? Jangan-jangan anak di bawah umur, atau perempuan yang diperdagangkan? Dimana empati mereka? Para penggemar video porno (sebagai terapi seks) sebaiknya memfilmkan diri sendiri saja.

Banyak sekali tuduhan sangar pada RUU Pornografi, antara lain "tirani mayoritas atas minoritas", "diskriminatif terhadap perempuan", "memasung kreativitas seni", dan yang paling seram "agenda Islamisasi/Talibanisasi". Ini semua kekuatiran berlebihan. Di alam demokrasi, kemenangan mayoritas sangat wajar, dan tidak berarti tirani terhadap minoritas. UU Pornografi jauh dari menindas perempuan, melainkan menjunjung tinggi derajad dan martabat perempuan.

Akan halnya kreativitas seni, sastrawan Taufik Ismail dalam pidatonya saat Uji Publik RUU Pornografi, 17 September di Jakarta, mengatakan: "Apakah seniman betul-betul kering kreativitas, sehingga tak bisa lagi menulis tentang kemiskinan, kebodohan, penindasan ekonomi, budaya, dll?" Dia secara tajam juga menyerang masyarakat seniman SMS (Sastra Madzab Selangkang) dan FAK (Fiksi Alat Kelamin) yang kini marak di kalangan penulis muda dengan sasaran generasi muda.

Apakah RUU Pornografi ini adalah gerakan Islamisasi/Talibanisasi? Di sinilah letak permainan politik para penentang. Mereka menggunakan berbagai cara, dari isu gender (diskriminasi perempuan), isu kedaerahan (mengancam masyarakat Bali dan Papuan), hingga yang paling sensitif: membenturkan Islam vs non-Islam. Padahal, semua agama dan kitab suci tidak menyetujui pornografi.

Gerakan politik penggagalan UU Pornografi ini keras menggema di berbagai media dan forum, berupa kutipan pernyataan maupun artikel, hingga ke seminar-seminar akademik dan politik. Terakhir, para penentang mengusung unsur paling sederhana, yaitu "definisi pornografi", dan mempersoalkan frasa "menimbulkan hasrat seksual". Di berbagai kamus bahasa Inggris tentang definisi 'pornography', memang unsur "sexual arousal" terdapat di situ, bukan semata karangan Panus UU Pornografi. Akan halnya pertanyaan "siapa yang akan terangsang?", ini tak akan selesai diperdebatkan. Bisa saja para pelapor pornografi adalah kaum yang mudah terangsang. Tapi, bisa juga para penentang RUU adalah kaum frigid atau impoten yang sulit terangsang. Kita serahkan saja pada para ahlinya, melalui proses pengadilan, bila ada kasus yang dilaporkan.

Penulis adalah pengamat media